Wednesday 30 July 2014

Agar ketika kau dikhianati, kau tetap mampu melanjutkan kehidupan tanpa bergantung pada siapapun!

07.29am
Greetings from home !

Apa yang akan saya tuliskan pada postingan ini sebenarnya telah berhasil mencuri perhatian dan pikiran saya selama beberapa bulan terakhir.
Hampir setiap hari muncul susunan kalimat baru untuk melengkapi kalimat-kalimat sebelumnya, dan setiap hari seakan memaksa untuk menuliskannya, entah dimana saja..
Mungkin, setiap kali bertemu dengan kejadian dan kasus-kasus yang baru, ide itu semakin lengkap dan menemukan waktunya untuk dituangkan (kali ini cukup panjang ya postingannya ^^)

Well, ini tentang "PERSELINGKUHAN" dalam sebuah hubungan, baik dalam berpacaran maupun dalam hubungan rumah tangga (meskipun saya belum menikah).
Basi ya? Maybe, but I bet you won't regret to try this one (:

Actually, selain muncul dari pengamatan dan pengalaman orang-orang di sekitar, tulisan ini juga berangkat dari bukti-bukti empiris dimana saya sudah beberapa kali mengalami patah hati karena dikhianati atau diselingkuhi, dan pernah juga didekati oleh para lelaki yang sudah berstatus pacaran !

First Point:
Saya hendak mempertanyakan: Mengapa perselingkuhan begitu lumrah terjadi? Pertanyaan ini mungkin sangat klise, tapi saya tetap ingin mempertanyakannya. Mengapa segala sesuatu yang kita anggap tidak baik itu justru semakin sering kita temukan dalam dunia ini? Oke, tanpa tendensi untuk menuduh kaum tertentu, setelah mengamati beberapa kasus dan berdasarkan hasil penelitian seorang Psikolog Sosial & Jurnalis yang menyandang gelar Doktor Psikologinya di Stanford University, Amerika Serikat, Debbie Then, Ph.D. mendapati bahwa di banyak tempat, 25-90% laki-laki telah mengkhianati istri mereka, dan perempuan yang mengkhianati suami mereka sekitar 30-60%. Pada kesempatan yang lain, Dr. Helen Fisher, seorang peneliti perilaku manusia dan antropolog asal Amerika menuliskan dalam bukunya yang berjudul Anatomy of Love: A Natural History of Mating, Marriage, and Why We Stray, bahwa pernikahan monogami paling banyak diketahui di negara-negara Barat, dan bahwa hanya 16 dari 853 kebudayaan yang ia teliti yang mempraktikkan monogami. Lalu di lingkungan saya sendiri, saya menemukan bahwa pengkhianatan dalam sebuah hubungan juga seakan menjadi "tren" yang tidak bisa tidak, harus terjadi dalam sebuah hubungan.
Beberapa orang teman menghampiri saya di banyak kesempatan dan menyampaikan kekecewaan serta berbagi rasa sakit ketika mereka dikhianati oleh pasangan mereka. Untuk bagian yang ini, lagi-lagi yang menghampiri saya adalah teman-teman perempuan! Kasusnya hampir sama seperti yang pernah saya alami: Pacar mereka kedapatan sedang menjalin hubungan --entah apapun kategorinya-- dengan perempuan lain, dan hal tersebut sungguh menyakitkan hati mereka. Yes, I know exactly how it feels...
Beberapa dari mereka juga dihampiri oleh laki-laki yang sudah punya pacar, dan saya mendapati bahwa alasan para lelaki tersebut medekati teman saya adalah sama persis seperti alasan dan penjelasan yang disampaikan oleh lelaki yang pernah mengungkapkan keinginannya untuk menjadi pacar saya, tatkala ia sedang menjalin hubungan yang sudah cukup lama dengan pacarnya. Saya mencurigai bahwa alasan ini mungkin dipakai oleh banyak laki-laki (dan mungkin juga perempuan): "Saya memang sudah punya pacar, tapi saya sudah tidak bisa melanjutkannya. Kami punya masalah, dan saya hanya mencari waktu yang tepat untuk mengakhiri hubungan kami. Jadi, mohon tunggu saya sebab saya hanya ingin bersama kamu". 
Namun, waktu membuktikan bahwa tidak ada tanda-tanda apapun yang menyiratkan bahwa laki-laki tersebut akan segera mengakhiri hubungan dengan pacarnya. Untuk bagian yang ini, kesimpulan sementara saya adalah: banyak orang (dan mungkin terutama laki-laki) mendambakan hubungan dengan pasangan yang baru tetapi tidak memiliki cukup keberanian untuk meninggalkan yang sudah ada (maunya double gt). But, sebelum lanjut, sekali lagi saya tekankan bahwa tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk memojokkan atau menuduh kaum tertentu. Saya hanya mencoba untuk mengungkapkan sesuatu berdasarkan apa yang terlihat jelas selama ini. Toh dalam pemahaman kita, sesuatu yang kita lakukan secara berulang-ulang akan menjadi kebiasaan, dan sesuatu yang sudah biasa itu seringkali dikaitkan dengan adanya "bawaan yang sudah dari sononya" di dalam tubuh manusia. Namun, ini tentu masih perlu dibuktikan. Besar harapan saya bahwa saya dan semua pembaca akan mendapatkan suatu bekal pemahaman dan pelajaran yang baru melalui tulisan ini. Maka, pertanyaan saya yang mungkin bisa menjadi perenungan dan pencarian kita bersama adalah: Apakah mungkin "gen berselingkuh/berkhianat" ada di dalam tubuh setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan, namun lebih besar persentasenya pada tubuh laki-laki? Pertanyaan ini muncul sebab saya melihat dan "merasakan" bahwa perselingkuhan adalah hal yang sepertinya tidak akan pernah berakhir dan tidak akan pernah dapat dihindari oleh siapapun dalam setiap hubungan mereka. Laiknya korupsi yang semakin jelas merupakan suatu kejahatan namun semakin bertebaran juga pelakunya, maka begitu pulalah perselingkuhan (perselingkuhan yang saya maksud di sini adalah segala bentuk pengkhianatan dalam sebuah hubungan, sebab dalam beberapa tulisan, perselingkuhan memiliki makna yang lebih spesifik - laki-laki/ perempuan yang melakukan hubungan intim dengan orang lain setelah mereka berstatus istri/suami - dibanding dari sekedar memiliki "hubungan spesial" dengan orang lain ketika sudah memiliki pacar atau suami/istri.)

2nd Point:
Menyambung kalimat terakhir pada poin pertama di atas, perselingkuhan dalam sebuah hubungan tidak mengenal siapa yang sedang menjalin hubungan. Intinya, perselingkuhan dapat terjadi pada siapa saja dan dmn saja. Untuk poin ini, saya beri contoh: Mendiang Putri Diana. Siapa yang tidak mengenalnya? Perempuan cantik, anggun, berkharisma, baik hati, ramah, disayangi oleh banyak orang (terbukti ketika dia meninggal, seluruh mata di dunia ingin menyaksikannya walau hanya melalui layar kaca), dan itulah sebabnya saya pun sangat mengaguminya.  Tapi, ternyata semua kelebihan yang ada padanya tidak menjamin bahwa sang Pangeran tak akan pernah mengkhianati dirinya. Dalam sebuah kutipan, Putri Diana menuturkan: "Kita bertiga di dalam pernikahan ini, sehingga rasanya agak terlalu sesak". 
Well, patah hati dan rasa sakit pun tidak mengenal tubuh mana yang akan merasakannya. Toh, sang Putri pun mengalami penderitaan batin yang hebat semasa hidupnya. Jadi, bagi semua pembaca yang pernah mengalami patah hati karena dikhianati oleh kekasih-kekasih hatinya - dan terutama saya tujukan bagi para perempuan, sebab perempuan cenderung lebih lama meratapi diri dan bersedih - pandanglah sosok lain yang menurut anda memiliki segalanya tapi ternyata tetap tak mampu menghindarkan pengkhianatan dari hubungan mereka. Artinya, anda bukanlah seseorang yang lebih buruk. Anda bukan manusia yang tidak berharga, tidak cantik dan tidak ganteng sehingga kekasih anda mengkhianati anda. Sekali lagi yang menjadi inti ialah: Perselingkuhan dapat terjadi pada siapa saja, dimana saja dan dengan RASA SAKIT YANG SAMA PULA!

3rd Point: 
Pada bagian ini saya hendak mengungkapkan dampak yang mungkin akan dialami oleh semua orang yang pernah atau sedang dikhianati (namun lagi-lagi bagian yang ini saya utamakan bagi para perempuan, sebab saya berangkat dari konteks kita dimana perempuan masih sering dipandang sebagai kaum yang lemah, sehingga dianggap tidak dapat berbuat apa-apa tanpa laki-laki). Namun, saya percaya bahwa semua kerabat yang membaca tulisan ini adalah orang-orang yang menjunjung tinggi kesetaraan dalam hidup.
Bagi saya sendiri, tidak ada kaum yang lebih unggul dari kaum yang lain, sehingga kedua kaum, baik laki-laki maupun perempuan, keduanya harus mengusahakan kesetaraan tanpa pernah memposisikan kaum sendiri maupun kaum yang lain sebagai pihak yang lebih lemah. Nah, pernahkah pembaca menyadari bahwa perempuan memiliki double burden alias beban ganda ketika menjadi "target perselingkuhan?" 
Kesetaraan gender adalah hal yang mutlak harus diwujudnyatakan dan diperjuangkan serta dinikmati bersama-sama. But, ketika seseorang menjadi target perselingkuhan, maka tanpa sadar ia telah memberi ruang bagi beban yang baru untuk membatasi kehidupannya. Ok, laki-laki mungkin tidak akan terlalu ambil pusing, sebab perasaan laki-laki itu tidak se-sensitif perasaan perempuan ketika sedang patah hati, sehingga mungkin ini yang menyebabkan kaum lelaki lebih cenderung mudah untuk move on. Namun, bagaimana dengan perempuan? Dalam beberapa kasus yang saya jumpai, perempuan yang menjadi target perselingkuhan oleh laki-laki yang sudah memiliki kekasih seringkali menjadi "korban"; korban perasaan, korban pikiran, tenaga, waktu dan sangat mungkin akan kehilangan banyak kesempatan. Setelah sekian lama berada dalam "penantian yang tidak pasti", di akhir cerita toh banyak pihak laki-laki yang tak mampu bersikap tegas untuk menentukan pilihan, sehingga pihak perempuan mulai bosan dan ilfil. Di luar sana, kabar yang beredar luas ialah: si perempuan sedang berusaha untuk merebut pacar orang lain, tidak tahu malu, tidak punya harga diri, dsb., dan semua itu lebih banyak akan terdengar dari "kaumnya sendiri", yang dalam hal ini sesungguhnya tidak sedang berusaha memposisikan diri menjadi perempuan lain yang justru sedang bersusah hati karena merasa ditipu (meski di awal cerita telah melakukan kesalahan dengan bersedia menanti yang tidak pasti). Ok, ada kasus-kasus lain dimana para perempuanlah yang berusaha menggoda meski tahu benar bahwa laki-laki yang sedang mereka goda sudah memiliki pasangan. Akan tetapi, persentase untuk kasus perselingkuhan yang dimulai oleh perempuan lebih kecil, sehingga kita akan kembali pada kasus pertama untuk sekaligus menyesuaikannya dengan "dampak" dan advice yang saya maksudkan pada poin ini. Saya juga telah sempat menyebutkan bahwa salah satu dampaknya adalah: sangat mungkin perempuan akan kehilangan banyak kesempatan (yang baik). Ketika lingkungan sekitar memandangnya rendah sebab dianggap sebagai "perempuan perebut pacar/suami orang", maka cap negatif tersebut mungkin saja akan membuatnya "tidak digunakan" dalam kegiatan-kegiatan tertentu. Katakanlah di tempat-tempat ibadah. Cibiran orang-orang di sekitar secara tidak langsung akan membatasi langkahnya, sehingga ia harus menanggung malu dan seperti kata ungkapan: kata-kata yang telah terucap dari mulut tak akan dapat ditarik kembali. Demikianlah juga si perempuan, tak akan memiliki cukup daya untuk memberikan klarifikasi pada puluhan bahkan ratusan orang tentang kejadian yang sesungguhnya. 
Itu untuk perempuan yang adalah target perselingkuhan. Lalu, bagaimana dengan perempuan yang diselingkuhi? Saya mendapati bahwa ketika seorang perempuan dikhianati, ia akan kehilangan rasa percaya diri yang sangat hebat. Ia akan mengalami krisis kepercayaan terhadap rang lain, merasa tidak berharga, merasa bahwa harga dirinya diinjak-injak, merasa tidak memiliki sesuatu untuk dibanggakan, merasa kalah dalam hal penampilan (termasuk kecantikan fisik), kepintaran, kekayaan, rasa saling mengerti dalam hubungan dsb. Intinya, seorang perempuan yang diselingkuhi (mungkin) akan mempertanyakan: Apa yang kurang dari diri saya?; tak jarang pula yang melontarkan ucapan: sampai hati, tega banget, tidak percaya, tidak masuk di akal, atau yang lagi nge-tren: sungguh terlalu ! Untuk beberapa waktu yang mungkin cukup lama, tidak sedikit perempuan yang dikhianati oleh pasangannya memilih untuk tidak mudah percaya pada laki-laki manapun, bahkan ada yang trauma dan memutuskan untuk tidak lagi berpacaran atau menikah. 

See? Dalam hal ini, perselingkuhan membuat kedua pihak perempuan mengalami masa-masa yang berat dalam hidup, sehingga sulit untuk berinteraksi dan bahkan mengalami "keterbelakangan" dalam hal kesetaraan gender yang sudah kita sepakati tadi. Dengan kata lain, perselingkuhan seringkali berdampak pada kondisi mental para perempuan. Bukankah kita semua - laki-laki dan perempuan - sedang dan akan terus berusaha untuk memperjuangkan kesetaraan dalam hidup ini? Bukankah kita tidak senang dan bahkan tidak menghendaki jika para perempuan pada akhirnya dimarjinalkan dari berbagai peranan yang ada dalam dunia ini? Bukankah sekarang ada banyak kaum lelaki yang turut berkontribusi baik tenaga maupun pikiran untuk hal kesetaraan tersebut? Namun dengan melakukan perselingkuhan, sebenarnya secara tidak sadar kita sendiri telah menggagalkan upaya dan perjuangan kita untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, adil dan damai... 

Meskipun demikian, sebagai perempuan yang juga pernah mengalami masa-masa yang berat tersebut, saya hendak berbagi dan berharap sekiranya apa yang saya sharing-kan ini dapat menjadi secercah harapan dan semangat baru bagi mereka yang mungkin masih berada dalam peperangan batin yang hebat itu.. Setelah beberapa kali mengalami, saya akhirnya memutuskan untuk menjadi perempuan yang tangguh (: Ya, saya sungguh memahami bahwa tak ada yang lebih tepat untuk dirasakan ketika dikhianati selain kepedihan dan mungkin mati rasa, namun percayalah... Di dunia ini, tak ada satupun kuasa yang mampu menghancurkan harapan hidup seseorang... Ketika kau dikhianati, bangkitlah dan jadilah tegar.. Selalu saya tekankan pada teman-teman perempuan: Jadi perempuan harus mampu membangun kehidupan sendiri, agar ketika dikhianati oleh siapapun, kita akan tetap mampu melanjutkan kehidupan tanpa harus bergantung pada siapapun, termasuk oleh mereka yang telah mengkhianati kita. Artinya, kebahagiaan dalam hidup ini sungguh diri kita sendirilah yang menentukannya (seperti kata komersial favorit saya: manisnya hidup kita yang tentukan ^^).. Memang kita membutuhkan orang lain untuk melengkapi semua itu, namun pilihan yang tepat akan menyempurnakan harapan hidup kita... Ketika memilih untuk terus meratap dan bersedih, maka kita ternyata sedang memberi mereka peluang untuk lebih menghancurkan harga diri kita.. Namun ketika kita mampu bangkit dan melanjutkan kehidupan dengan sikap yang tegap, bukankah berpasang-pasang mata di sekitar akan memandang dan memetik hikmah yang manis dari hidup kita? Maka saat itu juga, terjadilah juga apa yang saya sebut dengan double blessing: (1)Tidak terpuruk/mampu bangkit dari keterpurukan  dan (2) semangat hidup kita menjadi berkat bagi orang lain... Ya toh? Hehehe.. 

Jadi karena perselingkuhan sepertinya memang akan terus-menerus menjadi kebiasaan dalam dunia ini, maka hal terbaik yang dapat kita lakukan adalah mempersiapkan diri sebaik2nya.. Bangunlah kehidupanmu sendiri, agar ketika kau (harus) menghadapinya, kau telah memiliki bekal untuk tetap mampu melanjutkan perjalanan dengan hati yang tegar ^^!  

P.S:

1. Tulisan ini tidak bermaksud mengajak teman-teman semua untuk tidak berpacaran atau menikah, dan dengan menuangkan ide di atas, bukan berarti saya apatis terhadap kedua hal tersebut (saya tetap perempuan normal yang mendambakan itu koq, hehehe).

2. Tulisan ini lebih jauh mengajak teman-teman pembaca untuk mampu menata dan membangun kehidupan sendiri sebaik mungkin, agar kelak tidak harus menggantungkan kebahagiaan dan kelanjutan hidup pada diri orang lain; sebab, persoalan utama kita sekarang adalah pengkhianatan/perselingkuhan yang telah begitu mewarnai wajah hubungan spesial (pacaran) dan pernikahan di seluruh dunia (baik yang diketahui/tidak), sehingga terjadi ataupun tidak, mempersiapkan diri sebaik mungkin tetap akan menjadi pilihan paling bijak yang tidak akan membuat kita mengalami kerugian apapun.

3. Saya berharap agar para lelaki dapat mempertimbangkan banyak hal sebelum memutuskan untuk membangun 2 hubungan spesial sekaligus. Jika memang dalam sebuah hubungan terjadi persoalan yang mungkin akan berujung pada perpisahan, maka alangkah lebih baik untuk menyelesaikan persoalan tersebut terlebih dahulu barulah memulai dengan yang lain. Ini dimaksudkan agar tidak terjadi kesalahpahaman dan tidak menimbulkan rasa sakit hati dan saling membenci pada kedua belah pihak (yang menjadi target perselingkuhan maupun yang diselingkuhi). 
Ok, ini untuk kita semua, bukan hanya untuk para lelaki saja: Kita semua adalah manusia yang diciptakan untuk hidup saling mengasihi dan berbagi cinta dengan semua orang, siapapun dia. Kita semua terpanggil untuk sebisa mungkin tidak menyakiti perasaan orang lain dan sebaliknya, justru berusaha untuk menghadirkan rasa damai dalam hidup sesama. Jika demikian kerinduan kita dalam dunia ini, lalu masakan dengan pacar/istri/suami sendiri kita sampai melukai perasaan mereka?

Semoga tulisan ini dapat menginspirasi semua pembaca untuk lebih menghargai dan menjaga hubungan dengan orang yang dicintai ((: 


Intermeso:
Sebenarnya ketika  menuliskan ide di atas, saya sempat mengalami kebingungan.. Di dalam diri saya, saya percaya bahwa setiap manusia sungguh memiliki keinginan dan kerinduan untuk melakukan semua hal yang baik. Hanya saja, ketika bertemu kesempatan manusia seringkali tak mampu bersikap profesional untuk menolak apa yang ternyata jahat di mata dunia dan Tuhan... Akan tetapi, di sisi yang lain saya terpikir tentang adanya semacam gen  jahat di dalam tubuh manusia, yang membuat kejahatan itu menjadi hal yang biasa-biasa saja, lumrah dan memang wajar untuk terjadi; mengingatkan saya pada paham kaum dualis ^_^ Entahlah....



Best,
Ms. Sugar ((:



Wednesday 16 July 2014

Oleh-oleh dari Jakarta !

21.43pm

4 Juli 2014...
Aq kembali ke kota itu..
Ya, ke Jakarta.. Kota yang menyimpan sejuta kenangan..
Tepat pukul 12.30 ketika aq tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, aq memutuskan untuk beristirahat sejenak di deretan kursi yang tersedia di dekat lokasi baggage claim.
30 menit kemudian aq bergegas meninggalkan bandara dan menumpang di sebuah DAMRI tujuan Pasar Rebo..
Di sepanjang perjalanan aq menengok ke kanan dan kiri, memperhatikan gedung-gedung dan jalan yang rasanya tidak asing bagiku.. Namun ternyata, penglihatan yang hanya sekilas tersebut berhasil memanggil kembali semua kenangan yang telah terkubur lama di dasar hati.. Ya.. Semua kenangan tentang dirimu rasanya hidup kembali, dan perasaanku menjadi sedikit tak karuan...

***
12 hari di Jakarta...
Sempat bertemu denganmu di kota itu ternyata bukan sepenuhnya hal yang baik bagiku...
Semua kenangan yang hidup kembali sejatinya menyiksaku dan membuatku sedikit sulit untuk menata kembali perasaanku menjadi normal seperti biasanya...

Dan benar saja...
Setelah kembali ke Makassar, di sepanjang perjalanan menuju Palopo, aq baru menyadari bahwa ternyata luka itu belum sembuh.. Hari itu aq hanya memendamnya begitu saja karena aq berusaha untuk memfokuskan diri pada hal lain yang kurasa cukup penting dalam hidupku.. Lagipula aq jauh, apa yang bisa kulakukan untuk mengubahmu? Memaksakan kehendak tentu bukan hal yang baik...
Maka hari itu, kupikir cukup hanya dengan memendamnya.. Berbulan-bulan aq juga menyangka bahwa luka itu sudah hilang, sebab aq mendapati diriku mampu menjalani kehidupanku tanpa kesulitan dan beban pikiran karenamu..
Tapi, hari ini aq mengerti bahwa yang kulakukan hari itu hanyalah menumpuknya.. Ia menjadi seperti gunung es yang hanya menanti waktunya untuk meletus, dan itulah klimaksnya.. Mungkin, Tuhan hendak berkata padaku: Urusan yang lain sudah selesai, maka inilah saatnya bagimu untuk memikirkan dan menyelesaikan apa yang belum selesai waktu itu..

 Hari ini sangat terasa, terasa sakit dan sulitnya untuk memahami semua hal yang telah terjadi... Yaa.. orang bilang kekecewaan dan sakit hati itu akan terasa bahkan sampai ke tulang sum-sum.. Hari ini aq bahkan tak mampu menahan butiran-butiran bening yang mengalir di pipiku... Tapi, baiklah.. Aq akan berusaha untuk menikmati dan berdamai dengan rasa sakit ini.. Aq tak tahu berapa lama waktu yang akan kubutuhkan untuk mampu menghapus dan mengikhlaskan semua hal yang pernah kita jalani selama 5 tahun, namun aq percaya semua akan kembali membaik, dan terima kasih, karena jika tanpa pertemuan kita kemarin, persoalan ini mungkin tidak akan pernah selesai..


*Mengharapkan semua yang terbaik bagimu, F.R.E.W..

In the deepest sadness,
 ~E.W.T~